V. Semangat
dan Dukungan Keluarga
Seperti yang telah saya utarakan sebelumnya bahwa semangat
dan dukungan keluarga sangatlah berarti untuk ketahanan orang yang menyandang stroke. Saya beruntung mempunyai
seorang isteri yang selalu mengingatkan saya untuk jangan pernah jatuh, untuk
selalu berhati-hati walaupun saya sering jatuh. Saya pernah jatuh karena suara
petir, tapi saya juga pernah jatuh ketika dalam kondisi lengah.
Waktu itu liburan Isra Mi’raj saya berada di jalan seorang
diri hendak pergi ke rumah mertua di Sukajadi, saya bermaksud naik kendaraan
angkutan kota. Bingung memilih antara 2 kendaraan angkutan kota yang akan saya
hentikan, kaki saya terposisikan dalam keadaan tidak
siap dan akhirnya saya terjatuh. Namun saya bangkit sendiri dan menunggu
kendaraan angkutan berikutnya. Memang sangat terasa walaupun secara keseluruhan kaki lebih
cepat menjadi kuat dibandingkan dengan tangan, tetapi untuk keseimbangan badan yang bertumpu
pada kaki yang sakit tidaklah cukup baik, masih lemah. Saya
mengamati kelemahan yang masih terjadi, bagian bagian mana yang masih
terasa kurang dan setahap demi setahap memperbaikinya untuk lebih baik.
Walaupun tidak tercapai kondisi kuat
seperti dulu ketika
sehat, saya bisa menerimanya
dan tetap semangat untuk berlatih
menjadi kuat. Banyak
orang yang tetangga di lingkungan tempat saya tinggal yang mengatakan bahwa
kesembuhan saya karena ada faktor ekonomi yang menunjang, tetapi saya kira anggapan itu tidak
terlalu benar. Menurut saya sebenarnya semangat dan dukungan keluarga yang
sangat menentukan.
Keluarga yang mengerti
bahwa saya sakit, bisa menerima bahwa saya sakit. Keluarga yang bersabar dan
ikhlas dalam membantu dan melayani saya. Keluarga yang tetap menjaga suasana
lingkungannya bersih, tentram adalah sangat membantu kepulihan sakit saya dari
sakit stroke. Bagi saya, itu semua tercipta karena peran seorang istri yang berperan
sebagai ibu rumah tangga, bekerja dengan baik.
Saya pegawai negeri sipil, gaji saya hanya cukup untuk kehidupan
sederhana, tapi kami terbiasa menahan diri tidak konsumtif dan mendahulukan
pendidikan anak-anak dengan kebutuhan makan yang sederhana. Tidak konsumtif dalam hal kebutuhan
sandang dan alat-alat
rumah tangga, meja, kursi di ruang tamu juga sederhana. Sebagai pegawai negeri, saya memang mempunyai kartu anggota Asuransi kesehatan (Askes) yang bisa saya manfaatkan untuk mendapatkan
obat-obat generik
secara gratis atau murah dan itu benar sangat membantu.
Gambar V.1 Ketika 25 tahun
perkawinan
Gambar V.2 Ketika anak bungsu
selesai dengan pendidikannya
Satu hal yang sangat saya gemari
adalah berpakaian yang praktis seperti T-shirt yang berukuran pas di badan
saya, bertuliskan kata-kata yang mengundang semangat, seperti slogan-slogan militer dan sebagainya. Sungguh saya
akan merasakan seperti mampu bertahan hidup. Kebetulan anak saya yang nomor 3,
Pramudya Annahl Gammayani, adalah kamerawan dari salah satu perusahaan televisi
swasta, sering mendapatkan kaos dari instansi militer yang diliput kegiatannya.
Dia tidak terlalu suka dengan kaosnya, jadi diberikan kepada saya. Saya sering memakainya pada setiap
kesempatan senam pagi di tempat kerja, hari Jumat pagi atau di hari libur.
Setahun berlalu saya masih tetap
giat berlatih, peregangan dan tetap selalu berusaha bergerak dengan benar,
berjalan dengan benar, tegak melihat
kedepan, mengayunkan tangan dan
mengangkat kaki dengan benar. Ini benar, namun masih berlangsung dengan konsentrasi pikiran.
Yang saya inginkan adalah berjalan benar
tanpa harus dipikirkan lagi.
Saya jadi ingat dulu, lama
sebelum stroke, saya biasa mengendarai sepeda motor sendirian untuk ke kantor.
Mungkin karena disibukkan dengan pekerjaan yang sedang dihadapi atau memang
jalan Hegarmanah yang dilalui sudah tak asing lagi bagi saya, kadang kala saya
mengendarai motor sambil melamun, Terkadang saya tersadarkan ketika sudah ada
di depan kantor pembayaran listrik PLN (Perusahaan Listrik Negara) yang ada di
ujung jalan. Saat itu saya pernah berharap dalam hati, mudah-mudahan ada hal yang
mengingatkan saya agar saya jangan suka melamun di jalan saat mengendarai
motor. Saya takut dengan kecelakaan lalu lintas terhadap saya. Dan rupanya
Tuhan menakdirkan saya mendapat serangan stroke. Dulu berjalan tanpa dipikir,
sekarang berjalan harus dengan dipikir. Ya, saya harus sabar dan ikhlas
menerimanya, namun tetap harus semangat untuk mengatasinya.
Saya pun sering di hari
libur, jalan jalan sendiri ke luar rumah. Walaupun saya berada di luar, tapi dalam
pikiran, saya merasa tenang karena ada isteri di rumah.
Begitulah mungkin ditakdirkan sebagai suami isteri yang saling membutuhkan,
saling menunjang.
Bisa saya simpulkan bahwa
saat saya sembuh dari stroke pertama, tidak ada kendala susah pipis, tidak ada
susah buang air besar, tidak ada keluhan yang berkaitan dengan sex.
Gambar V.3 Sembuh dari stroke
pertama
Ber-facebook-ria
Saya
tidak ingin karena terkendala oleh
stroke,
hilang komunikasi dengan teman-teman maupun kerabat. Saya tetap gembira dan
aktif berkomunikasi, bergabung melalui facebook
di dunia maya. Disini saya punya kesempatan untuk bercengkrama dan mengeluarkan
apa yang ada
dalam pikiran.
Saya
menceritakan pengalaman-pengalaman saya, termasuk juga sakit stroke. Sungguh sesuatu hal yang sangat
menyenangkan.
Namun ada
hal yang harus diingat, untuk jangan terlalu lama duduk di depan komputer.
Terlalu lama duduk, jelek akibatnya bagi orang stroke. Lebih baik dibiasakan
dengan pekerjaan sehari-hari yang ringan seperti mencuci piring, menyapu lantai dan lain sebagainya. Memang
terkadang saya juga lupa waktu, berlama-lama duduk di depan komputer,
keasyikan.
Setahun sejak
saya mendapat serangan stroke, saya merasa sakit stroke
saya sudah sembuh. Demikian juga
pendapat isteri dengan melihat
penampilan saya, ia pernah berkata, “menurut
saya, kang Didi sudah sembuh”. Saya merasa
mendapat bantuan dari banyak pihak dari mulai sopir taksi yang membawa saya ke
rumah sakit Advent,
tetangga yang ikut membopong saya dari rumah sampai ke taksi. Perawat dan dokter di ruang gawat
darurat RS Advent, para perawat ruangan dan para terapis di RS Advent,. Dokter Anam sebagai dokter spesialis syaraf dan juga terapis
serta dokter di bagian Rehabilitasi Medik RSHS yang telah begitu besar perhatiannya dalam merawat, memberi semangat
bagi kesembuhan saya.
Saya memang tidak pulih 100%, saya belum bisa
berlari, tapi
saya cukup bisa mandiri, bertahan sebagai orang yang hidup dengan menyandang stroke. Kepada keluarga saya sangat berterima kasih terutama
isteri dan anak-anak saya. Juga kepada keluarga dari pihak isteri saya dan keluarga dari pihak saya. Mereka berkontribusi
terhadap
semangat saya.
Ucapan dalam
menghadapi penderita stroke
Serangan
stroke bisa terjadi pada setiap orang dengan berbagai penyebabnya. Sebagai
orang yang berinteraksi dengan banyak orang, baik itu teman atau kerabat, saya
sebagai penyandang stroke banyak merasakan banyak hal. Saat awal kena serangan
stroke, saya justru berkelakar menirukan orang yang sakit stroke berjalan, dan
ternyata saya sendiri menjadi penyandang stroke.
Sebagai
penyandang stroke saya sering mendapat komentar dari teman atau mendoakan saya.
Ucapan yang enak didengar saya sebagai penyandang stroke, “Pa Didi sakit,
artinya Allah masih menyayangi pa Didi” atau, “Pa Didi sakit adalah kesempatan
untuk melebur dosa”. Tetapi ada juga teman saya, seorang dokter, mengatakan,
“Pa Didi nggak nurut nasihat dokter” atau, “Sudahlah jangan suka memikirkan
orang lain” atau ada yang bercanda, “Kamu stroke, main dengan saya nanti saya
bawa berlari”. Saya tidak akan menyebutkan apa yang kemudian terjadi, hanya ingin mengingatkan dari pengalaman saya
bahwa kejadian stroke bisa terjadi pada siapa saja, baik itu kepada dirinya sendiri
atau kepada anggota keluarganya. Sakitnya bisa lebih buruk atau lebih ringan
dari sakit saya. Oleh karena itu ucapan yang paling baik kepada orang yang
sakit adalah ucapan yang menghibur atau
mendo’akan.
Pernah
satu saat saya naik angkot dan kebetulan angkotnya tidak penuh dengan
penumpang. Melihat saya terkendala stroke, si sopir angkot ngomong menyarankan
saya untuk berobat ke Dayeuhkolot, Bandung Selatan dengan menyebutkan satu nama
seorang haji. Namun diembel-embeli dengan ngomong, “dijamin langsung bisa
lari’. Saya hanya tersenyum saja mendengarnya, dalam hati memang dongkol juga,
masa sih sekali berobat bisa langsung berlari. Banyak
cerita yang sepertinya dibesar-besarkan tapi kenyataanya tidak seperti yang
diceritakan. Saya mengalaminya, mungkin bukan jodoh saya atau mungkin sakitnya
berbeda.
(Tetap semangat
mencoba untuk sembuh, berdo’a, sabar dan
tawakal menjalani ujian hidup)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar